BN NEWS, Maluku Tengah || Ikatan Mahasiswa Negri Tehoru (IKMAT) menggelar konferensi pers terkait penolakan eksploitasi PT.Waraganda Mineral Pratama (WMP) di kampus IAIN Ambon, pada sabtu (10/08).
Aksi tersebut dilakukan IKMAT setelah pertemuan antara pemerintah Desa Tehoru dan pihak PT. Waraganda di desa Tehoru pada hari jumat lalu.
Berdasarkan Press Realis yang dibagikan kepada media ini, IKMAT menolak Tambang Pasir Garnet (pasir merah) ini beroperasi di desa Tehoru karna akan terjadinya abrasi seperti desa Haya.
seperti diketahui, PT.Waraganda Minerals Pratama (WMP), merupakan sebuah Perusahaan yang bergerak dalam Industri Pertambangan pasir abrasive (pasir garnet), berlokasi di desa Haya kecamatan Tehoru Kabupaten Maluku Tengah sejak 2019 sampai sekarang.
Ketua IKMAT Muhammad Rifandi Hayoto, lewat Press Realisnya mengatakan IKMAT dengan tegas menolak aktifitas PT.Waraganda Minerals Pratama (WMP) di Tehoru, kecaman ini berdasarkan pada masa depan lingkungan dan generasi yang dipertaruhkan.
Hayoto juga mengatakan, keberadaan aktifitas galian oleh PT. WMP ini, telah menimbulkan dampak kerusakan lingkungan berupa pengikisan pantai besar besaran di pesisir desa Haya, akibat dari pengerukan pasir garnet yang dilakukan terus menerus. Abrasi tersebut menyebabkan dataran sekitar 20 meter dari laut hilang, termasuk Tempat Pemakaman Umum (TPU) tutuni.
Alasan inilah yang menjadi pertimbangan serius kami PB IKMAT Ambon melakukan penolakan izin pertambangan PT.WMP di Negri Tehoru.
Seorang Tokoh Pemuda Tehoru, Amin Silawane Kepada Media ini mengatakan, pemuda yang menolak PT.WMP ini karena dampak abrasi akan seperti Negri Haya.
“Di Tehoru itu mata pencaharian sebagian besar nelayan, apabila pasir harnet(pasir merah) beroperasi di Tehoru, maka nelayan akan kehilangan tempat untuk menaruh perahunya,akibat abrasi,” kata Amin.
Amin juga menambahkan Keberadaan WMP bisa memperbaiki ekonomi masyarakat sekaligus menghancurkan lingkungan.
“Sama saja di satu sisi menguntungkan di sisi lain merugikan,” katanya.
sementara itu bapak Raja Tehoru, Hud Silawane yang kami wawancara di Tehoru, mengatakan semua dikembalikan kepada masyarakat mau diterima atau tidak, menurut hasil pertemuan jumat lalu yang dihadiri ketua ketua RT mewakili warganya, mereka terima
“saya baru dari Masohi, ada dua saniri yang sampaikan kalau mereka dijemput pihak perusahaan dan diajak berkunjung ke lokasi perusahaan untuk melihat proses kerja perusahaan seperti apa,” katanya.
Raja Tehoru juga menambahkan permintaan saniri negri, apabila dalam proses kedepan kalau ada dampak maka akan dihentikan prosesnya, perusahaan tidak beroperasi lagi di Tehoru.
secara terpisah lewat sambungan Telpon kami mewawancarai Direktur PT. Waragonda Mineral Pratama Muammar Qadafi mengatakan bahwa yang rencana beroperasi di desa Tehoru itu perusahaan Mutiara Tambang Industri, bukan Waragonda.
“Jadi waragonda itu tetap di Haya, nanti perusahaan Mutiara Tambang Industri yang akan beoperasi di Tehoru, kami hanya selaku distributor saja,” katanya.
“Pertemuan jumat kemarin itu cuma silaturahmi lepas, saya hadir dalam pertemuan itu sebagai humas dari perusahaan Mutiara Tambanh Industri,”lanjutnya
Muammar juga menjelaskan kalau dampak Abrasi yang akan ditimbulkan sangat tidak mungkin,
“proses kerjanya itu kita tidak menggunakan alat berat untuk menggali, tapi masyarakat yang mengumpulkan pasirnya nanti mobil perusahaan yang mengangkut. tapi sejauh ini belum ada penandatangan MOU dengan masyarakat Tehoru,” katanya.
disinggung terkait aksi penolakan yang dilakukan oleh pemudah dan aktivis Tehoru, Muammar mengatakan, kalaupun ada penolakan atau di terima nanti kita akan duduk bersama dan membicarakannya kembali. (Amna)