Banyumas. Belanegaranews.com || Madrasah Diniyah Salafiyah Syafi’iyah Al-Ittihaad 2 Pasir Lor kembali meneguhkan komitmennya terhadap keterbukaan ruang publik, sinergi, dan keberlanjutan pendidikan berbasis nilai-nilai Ahlussunnah wal Jama’ah An-Nahdliyah. Pada Jumat malam (09/05/2025), di aula madrasah menjadi saksi pertemuan akbar antara wali santri dari seluruh jenjang (Sifir B-A, Kelas I-IX), dewan guru, staf tata usaha, dan pengurus madrasah.
Pertemuan ini bertujuan menyampaikan program kerja serta Rencana Anggaran Belanja (RAB) Tahun Pelajaran 1446 – 1447 H, sekaligus menjadi ruang dialog terbuka antara pihak madrasah dan para wali santri.
Dalam sambutannya, Kepala Madrasah Al-Ittihaad 2, Ust Jamil, yang baru dilantik pada 11 April 2025 lalu, menyampaikan terima kasih atas kehadiran para wali santri. Ia menegaskan perlunya sinergi antara guru, orang tua, dan santri:
“Kami tidak bisa bekerja sendiri. Mari kita bersama-sama membangun sinergi demi pendidikan terbaik bagi putra-putri kita. Didiklah dengan sabar dan ikhlas, agar anak-anak kita tumbuh menjadi pribadi yang saleh dan salihah.”
Wakil Kepala Madrasah Bidang Kurikulum, Ust Abdurrahman Fauzi, turut memaparkan secara detail RAB dan rencana kerja tahunan, mulai dari peningkatan kompetensi guru, program kesiswaan, hingga penguatan sarana prasarana seperti perawatan komputer dan alat kebersihan.
Dalam suasana hangat dan dialogis, Ust Amin Supangat, salah satu guru bahasa Inggris yang juga seorang konsetor dan kreator, memberikan pengantar menyentuh:
“Anak-anak panjenengan bukan sekadar murid. Mereka adalah pribadi yang tumbuh dengan cita-cita, dan madrasah hadir untuk mendampingi mereka, bukan mengajar seperti tahu bulat. Pendidikan butuh proses, bukan instan.”
Suasana pertemuan semakin hidup saat para wali santri diberikan kesempatan menyampaikan testimoni dan harapan.
Siti Mariyah, wali santri kelas VII, mengapresiasi keterbukaan madrasah:
“Alhamdulillah, kami merasa dihargai. Keterlibatan kami bukan formalitas, tapi bagian dari perjalanan pendidikan anak kami.”
Ahmad, wali santri kelas III, berharap forum seperti ini terus berlanjut:
“Ini bukan hanya soal program, tapi soal rasa memiliki. Pendidikan anak bukan hanya tugas madrasah, tapi kita semua.”
Anindia, wali santri kelas VIII, menyoroti tantangan menjaga konsistensi anak dalam mengikuti madrasah karena pengaruh lingkungan:
“Meski ada tantangan, anak saya tetap bertekad menyelesaikan pendidikan diniyahnya.”
Alya, wali dari kelas yang sama, menambahkan:
“Kadang anak-anak kelelahan dan kehilangan semangat. Kami berharap ada suasana belajar yang lebih menggugah.”
Bagyo, wali santri kelas VI, memberikan catatan penting:
“Sering anak pamit berangkat tapi tidak sampai madrasah. Grup komunikasi wali kelas sangat membantu untuk memantau kehadiran. Kami harap guru menciptakan suasana belajar yang menyenangkan.”
Masukan lain disampaikan oleh wali santri kelas IX, terkait pentingnya komunikasi dua arah dan perhatian guru terhadap dinamika psikologis remaja.
Simbolis namun penuh makna, analogi edukatif turut disampaikan dalam forum:
“Spidol dan jari-jemari”: madrasah dan orang tua minimal harus bekerja sama dengan dua jari untuk bisa mengangkat pendidikan.
“Air dan teh”: air hangat (hati yang hangat) lebih cepat melarutkan visi misi daripada air dingin (acuh).
“Tisu dan air dalam botol”: kelembutan menjaga kebocoran masalah, menahan sebuah beban dan menyerap tantangan, jadi sebuah solusi, bersama kita bisa.
Ketua Pengurus Madrasah, KH. M. Ali Sodikin, dalam suasana ramah tamah di ruang kantor madrasah, menyampaikan ungkapan penuh penghargaan dan makna:
“Terima kasih atas semua perjuangan, waktu, tenaga, dan pengorbanan yang telah diberikan. Teruslah kemas semuanya dengan kreativitas tanpa batas dan etika dalam bingkai estetika. Kami memohon maaf apabila belum bisa membalas segala dharma baktinya. Selamat berjuang, teriring doa: Jazakumullah khairan jaza. Aamiin.”
Doa penutup dipimpin oleh Abdurrahman Fauzi, memohon keberkahan atas seluruh hasil musyawarah, kelancaran program, dan kemuliaan sinergi antara wali santri dan madrasah.
Sebagai penutup, seluruh hadirin membubuhkan tanda tangan pada sehelai kain putih yang dibentangkan di depan aula, simbol konkret dari tekad bersama membangun sinergi dalam pendidikan. Kain itu menjadi saksi komitmen memperkuat nilai-nilai kemadrasahan dan kepercayaan bersama.
Momen ini ditutup dengan sesi foto bersama, jabat tangan hangat antar peserta, serta ucapan “sayonara” yang penuh rasa haru, namun optimisme membara. Sebuah akhir yang bukan hanya seremonial, melainkan pembuka jalan baru menuju pendidikan yang kolaboratif, beretika, dan penuh cinta. (Kontributor : Djarmanto-YF2DOI//Red)