Banyumas. Belanegaranews.com || Sejuk semaraknya malam 3 Muharram 1447 Hijriah, ketika angin membawa harum doa-doa yang terucap lirih, aula Madrasah Al-Ittihaad Pasir Kidul, Purwokerto Barat, Banyumas, Jawa Tengah, menjadi panggung keberkahan.
Tak sekadar acara tahunan, Imtihanan ke-67 Ibtidaiyah dan ke-35 Tsanawiyah ini adalah mahkota perjuangan panjang para santri yang telah menapaki jalan ilmu dengan tekun dan sabar, Sabtu malam (28/06/2025).
Dibuka dengan tahlil dan sholawat, dilanjut muhafadhoh santri, gema Al-Qur’an menggema bak dzikir semesta. Dalam derap shalawat dan semangat, para santri mempersembahkan hafalan-hafalan sebagai bukti cinta sejak usia dini kepada Kalam Tuhan dan warisan ulama.
Ketua Panitia Khusnun, menyampaikan dengan penuh kerendahan hati,
“Kami panjatkan syukur dan terima kasih kepada semua yang hadir dan berperan. Jika ada khilaf dalam proses ini, mohon dimaafkan. Semoga semua menjadi amal jariyah yang kekal.”
“Imtihanan ini bukan sekadar acara tahunan,
Tapi perayaan atas kasih sayang ilmu,
Panen atas benih-benih sabar dan istiqamah.
Di sinilah anak-anak ditanam,
Dengan dzikir, adab, dan huruf demi huruf wahyu yang suci.”
Sementara itu, Gus Ahmad Muhammad Fatih, Kepala Madrasah, memberi pesan yang membuncahkan semangat,
“Santri bukan hanya harus pintar, tapi juga rapi dan tertib, pecinya, sarungnya, bukunya, hatinya. Untuk ngaji, jangan ragu, karena ini jalan yang dijamin keselamatannya oleh Nabi Muhammad SAW, Dan kepada orang tua, jangan eman-eman berkorban demi ilmu anak-anaknya. Sebab ngaji adalah investasi abadi dunia akhirat.”
“Madrasah ini bukan bangunan,
Ia adalah lentera zaman, Yang tak lelah menyinari jalan sunyi para penuntut ilmu,
Agar kelak mereka menjadi pelita di tengah gelapnya zaman.”
Dari sela-sela malam yang tenang, KH. Mughni Labib sebagai Ketua Yayasan Al Ittihaad Darussa’adah menyampaikan petuahnya,
“Santri harus bisa mandiri, menjadi penerang di manapun berada. Guru pun harus terus belajar, sebab mengajar bukan hanya mentransfer ilmu, tapi juga menyalakan semangat hidup. Pendidikan hari ini tak boleh satu arah, ia harus menjadi ruang dialog antara akal dan nurani.”
Dan suara polos santri kecil bernama Siti pun ikut menyentuh relung hati,
“Aku senang jadi santri madrasah. Guruku sayang padaku seperti ibu dan ayah di rumah. Teman-teman banyak. Bisa ngaji tiap hari. Rasanya seperti di surga kecil.”
Madrasah Al-Ittihaad tetap setia. Menjadi pelabuhan iman. Tempat berlabuhnya cita dan cinta, Cinta pada Allah SWT, Rasul, dan ilmu yang menuntun ke surga-NYA. (Kontributor : Djarmanto – YF2DOI//Red)