
BN News. Banyumas || Gagasan tentang tata kelola kawasan Gunung Slamet kembali mengemuka dalam sebuah diskusi hangat di Sekretariat Alam Wana Nusantara Foundation Banyumas, Tempat itu lebih dikenal Kopi Luber Pamijen Sokaraja, pada Sabtu (22/11/2024).
Pembina yayasan, Fery Tri Yuliadi, bersama rekannya Nashrudin Choir, menyampaikan analisis dan pandangan mendalam terkait konsep Save Area Gunung Slamet.
Kepada awak media, Senin malam (24/11/2025), Fery menjelaskan bahwa istilah “save area” kerap dipahami secara keliru sebagai larangan total.
Menurutnya, menjaga Gunung Slamet bukan berarti membekukan semua aktivitas manusia. “Slamet adalah ruang hidup, bukan monumen diam. Ia bisa dikelola secara bijak tanpa kehilangan fungsi ekologisnya,” ujarnya.
Nashrudin menambahkan, potensi alam Slamet, mulai dari air tanah, tanah vulkanik, vegetasi endemik hingga geowisata, justru menjadi alasan utama kawasan ini harus diatur dengan tata kelola modern, bukan dipasung.
“Musuh konservasi bukan petani, bukan pelaku wisata, bukan usaha kecil. Musuhnya ketidakteraturan dan ketamakan,” tegasnya.
Dalam pandangan mereka, Save Area Gunung Slamet harus diwujudkan dengan membedakan zona inti yang wajib dilindungi ketat dan zona penyangga yang dapat dimanfaatkan dengan aturan jelas.
Pemanfaatan yang tepat, seperti agroforestri, geowisata edukatif, energi mikrohidro, hingga penambangan berbasis mitigasi lingkungan, dinilai justru memperkuat perlindungan kawasan.
“Gunung Slamet tidak meminta manusia menjauhinya, ia hanya meminta dihormati,” ujar Fery.
Mereka sepakat bahwa pelestarian tidak boleh mematikan kehidupan masyarakat lereng, melainkan menciptakan harmoni antara keberlanjutan ekologis dan kesejahteraan ekonomi.
Diskusi ditutup dengan satu kesimpulan, melestarikan bukan berarti menutup pintu, dan memanfaatkan bukan berarti merusak. Gunung Slamet tetap kokoh jika manusia di sekitarnya juga diberi ruang tumbuh secara adil dan berkelanjutan.
(Kontributor : Djarmanto-YF2DOI//warto)


















