BN NEWS, Jakarta || Kamis 29 Agustus 2024, Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 14 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme keadilan restoratif.
Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka T. Dhika Rahmad Bin Alm. Hardi Yuzar dari Kejaksaan Negeri Aceh Barat Daya, yang disangka melanggar 362 KUHP tentang Pencurian Jo Pasal 367 Ayat (2) KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
Kronologi bermula saat Saksi Korban Kasmawati Binti Alm. Zakaria (Ibu kandung Tersangka) setelah pulang mengajar dari sekolah di SDN 11 Manggeng meletakkan 1 (satu) buah laptop merek Hewlett Packard (HP) warna abu-abu beserta charger yang dimasukkan di dalam tas samping warna abu-abu yang bertuliskan Hijab Is My Choice di atas tempat tidur.
Kemudian, timbul niat Tersangka untuk mengambil laptop tersebut tanpa sepengetahuan dan seizin dari Saksi Korban dengan tujuan bisa digadaikan kepada orang lain, sehingga Tersangka bisa mendapatkan uang untuk membayar uang sewa toko milik Tersangka yang sudah jatuh tempo.
Tersangka lalu pergi menggadaikan laptop tersebut di kedai ponsel di Jalan Blangpidie – Tapaktuan, Desa Bineh Krueng, Kecamatan Tangan-Tangan Kabupaten Aceh Barat Daya milik Saksi Zulkfikri bin M. Yunan dan disepakati dengan harga Rp1.500.000 (satu juta lima ratus ribu rupiah).
Tersangka juga menyepakati bahwa uang gadai laptop diambil secara bertahap sebanyak 3 (tiga) kali yaitu pertama sebesar Rp800.000 (delapan ratus ribu rupiah), kedua sebesar Rp 200.000 (dua ratus ribu rupiah) dan ketiga sebesar Rp 500.000 (lima ratus ribu rupiah).
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Barat Dayat Bima Yudha Asmara, S.H., M.H., Kasi Pidum Fakhrul Rozi Sihotang, S.H., dan Jaksa Fasilitator Ardikna Pelani PA, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Korban. Setelah itu, Korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Barat Daya mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh. Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh Drs. Joko Purwanto, S.H. sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Kamis, 29 Agustus 2024.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (K.3.3.1/Seno)