BN News | Garut – Meski empat orang petani asal kecamatan Cikajang, kabupaten Garut saat ini tengah menjalani proses sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Garut pada Rabu (04/01/2023).
Mereka yang dilaporkan PTPN VIII Cisaruni karena diduga menebang pohon teh di lahan perkebunan.
Kasus ini pun menjadi perbincangan publik, pro dan kontra terjadi dimana-mana. Ada yang membela petani tersebut, namun ada pula yang menyalahkan mereka.
Ketua Umum Serikat Pekerja Perkebunan Nusantara (SPBUN) PTPN VIII, Adi Sukmawadi memberikan tanggapan soal pihaknya yang dinilai telah mengkriminalisasi para petani tersebut.
Sebetulnya kata Adi, proses mediasi sudah terjadi beberapa kali. Namun dugaan aktivitas pembabatan pohon teh tetap saja terjadi.
Hal itulah yang membuat pihaknya mengambil langkah hukum untuk mengantisipasi penebangan pohon lebih luas lagi.
Penebangan pohon teh sendiri sudah terjadi sejak beberapa tahun kebelakang dan faktanya di lapangan, tanaman teh terjadi kerusakan.
“Meskipun dalam pelaksanaan mereka mengatakan itu terlantar, fakta di lapangan tidak seperti itu. Karena notabene itu kan tanaman tahunan,” ujar Adi.
Selain itu, tanaman teh juga tidak mesti dipelihara setiap hari, namun ada skala prioritas dan sistem bergilir terhadap tanaman tersebut.
“Mungkin kita bekerja itu berdasarkan skala prioritas dan di lapangan ada buktinya juga tanaman teh masih hidup, akarnya juga masih terlihat. Kalau terlantar kita juga ada yang namanya rotasi pekerjaan,” ujarnya.
Rupanya proses hukum yang sedang berlangsung tidak membuat jera para oknum pembabat pohon teh, terbukti sehari setelah sidang berlangsung pembabatan pohon teh yang sudah siap dipetik oleh para buruh petik kebun kembali terjadi di blok Cikandang pada Jum’at dini hari (06/01/2023).
Hedi Darnida selaku Ketua Serikat Pekerja Perkebunan (SPBUN) unit Cisaruni didampingi para mandor kebun dan juga Sertu Herman (Babinsa) membenarkan adanya pembabatan pohon teh tersebut pada awak media.
“Benar telah terjadi kembali pembabatan pohon teh,diperkirakan dini hari tadi. Lebih kurang 4 patok lahan pohon teh yang hari ini siap dipetik oleh para buruh petik habis dibabat,” ujarnya.
Sampai akhir tahun 2022 menurut laporan Data Areal Afdeling Cisaruni, okupasi mencapai 161.64 hektare dari total luas areal 456.56 hektare lahan.
“Jika hal ini dibiarkan terus berlanjut, kekhawatiran yang paling besar adalah dampak lingkungan karena alih fungsi lahan, pun dampak horizontal antara warga yang sama sama membutuhkan lahan,” pungkasnya. (Red)