Semarang (BNNews) – Angka kasus HIV yang terdeteksi oleh layanan kesehatan di Kota Semarang mencapai ratusan penderita baru dalam setahun.
Sesuai data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Semarang, Total penemuan kasus HIV mulai tahun 1995 hingga saat ini mencapai 5.399.
Kepala Bidang P2P Dinas Kesehatan Kota Semarang, dr Mada Gautama, M. Kes.Epid mengatakan, rata-rata ditemukan 1-2 kasus HIV baru per hari di Kota Semarang.
“Pada 2017 kami menemukan 534 kasus baru, tahun berikutnya ada 640 kasus baru, dan hingga Maret pada tahun ini sudah ada 167 kasus baru,” terang dr Mada Gautama, baru-baru ini.
Dikatakannya, data tersebut tidak seluruhnya warga Kota Semarang.
Tak sedikit di antara mereka yang merupakan warga luar tetapi tinggal (pendatang) di Kota Semarang.
Sementara, warga yang asli Kota Semarang sekitar 34 persen dari total penderita.
“Kalau totalnya di Kota Semarang memang 5.399 kasus. Tapi tak semua warga Kota Semarang, sebagian besar dari luar daerah tapi tinggal di sini atau warga pendatang,” tandasnya.
Berdasarkan data, penderita HIV-AIDS didominasi laki-laki, mencapai 58 persen.
dr Mada Gautama membeberkan, pada era 2000, penderita mayoritas adalah heteroseksual dan pekerja seks.
Namun mulai 2013, kasus HIV baru ditemukan pada kelompok risiko LSL (Laki-laki seks dengan laki-laki). Pada Kelompok tersebut antara lain Gay, Pasangan Waria, dan Biseksual.
Sementara, untuk wilayah kecamatan tertinggi angka penyebaran HIV-AIDS, lanjutnya, adalah Kecamatan Semarang Utara yang mencapai 163 penderita.
Lalu, disusul Tembalang 137 penderita dan Semarang Barat 136 penderita.
“Kecamatan Tugu yang terdiagnosa HIV sedikit belum tentu memang kasus sedikit, karena mungkin saja masih banyak kasus HIV yang belum terdiagnosa atau belum tes,” katanya.
Dia menyampaikan Kota Semarang memiliki target mencapai tiga zero pada tahun 2030 mendatang.
Yakni tidak ada infeksi baru HIV, tidak ada kematian karena AIDS, dan tidak ada diskriminasi pada ODHA (Orang Dengan HIV AIDS).
Oleh karena itu, Dinas Kesehatan mempersiapkan berbagai fasilitas untuk merealisasikan target tersebut.
“Fasilitas di Kota Semarang sudah banyak. Tiap puskesmas ada sudah dapat melayani tes HIV, namun belum semua memiliki pendampingan dan pengobatan ARV. Kami menghimbau kepada seluruh masyarakat terutama yang memiliki risiko tinggi penularan HIV dapat memeriksakan diri di rumah sakit atau puskesmas. Semakin dini HIV dapat terdiagnosa, maka dapat segera di obati sehingga tidak menjadi AIDS. Gratis dan jaminan kerahasiaan,” tegasnya.
Pengobatan untuk ODHA yaitu dengan ARV (Anti Retroviral), obat ini bertugas menekan jumlah virus HIV sehingga virus tidak dapat berkembang, setiap ODHA wajib minum obat ARV setiap hari selama hidupnya.
“Obat ARV gratis, maka harapannya ODHA dapat mengkonsumsinya secara rutin, sehingga kualitas hidup mereka menjadi lebih baik. Yang dulu awalnya ditemukan dalam kondisi AIDS, dengan pengobatan ODHA dapat kembali bekerja dan produktif kembali,” ujarnya
(mg/ R.1820).