BN News. Purwokerto || Komandan Korem 071/Wijayakusuma Kolonel Inf Yudha Airlangga, S.E., ikuti upacara detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia Ke-77 di Smart Room Graha Satria Pemkab Banyumas, Purwokerto.
Upacara detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia ke-77 dilaksanakan secara virtual langsung dari Istana Merdeka Jakarta dipimpin Presiden Republik Indonesia Ir.H. Joko Widodo ini, di Smart Room Graha Satria Pemkab Banyumas diikuti selain Danrem 071/Wijayakusuma, Ka SPN Polda Jawa Tengah Kombes Pol Sarif Rahman, S.I.K, Bupati Banyumas Ir. Ahmad Husein, Wakil Bupati Banyumas Drs Sadewo Tri Lastyono, Ketua DPRD Banyumas dr.Budi Setyawan, beserta segenap Forkopimda Banyumas.
Sebelum mengikuti upacara detik-detik Proklamasi secara virtual ini, Danrem 071/Wijayakusuma Kolonel Inf Yudha Airlangga, S.E., dengan didampingi Ketua Persit Kartika Chandra Kirana Koorcab Rem 071 PD IV/Diponegoro Ny. Natania Yudha Airlangga juga mengikuti upacara pengibaran bendera merah putih dalam rangka hari proklamasi kemerdekaan Indonesia bersama Forkopimda Banyumas di Alun-alun Purwokerto. Selaku Irup, Bupati Banyumas Ir. H. Ahmad Husein.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dalam amanatnya yang dibacakan Bupati Banyumas Ahmad Husein mengatakan jangan sekali-kali melupakan sejarah. “Sejarah adalah tauladan lengkap, kacabenggala besar bagi kita untuk merumuskan dan menentukan sikap hari ini sekaligus menata cita untuk masa depan. Negara ini didirikan bukan untuk satu suku, bukan untuk satu ras, agama maupun golongan. Negara Kesatuan Republik Indonesia ini berdiri di atas kaki semua”, paparnya.
Menurutnya, Bukan hanya ketika kemerdekaan diproklamasikan, sejak negara ini dirancang, sudah melibatkan banyak tokoh dari berbagai suku, berbagai ras, bermacam agama dan golongan. “Bung Karno, Bung Hatta, Otto Iskandardinata, Sam Ratulangi, Johannes Latuharhary, AA Maramis, KH Agus Salim, KH Wahid Hasyim, KH. Mas Mansoer, Liem Koen Hian Liem, Raden Nganten Siti Sukaptinah, Raden Ayu Maria Ulfah dan masih banyak tokoh lainnya yang tidak memandang apa sukumu, apa rasmu, apa agama atau golonganmu”, jelasnya.
“Apakah mereka semua sepaham? Tidak. Semua punya pemikiran dan pandangan masing-masing. Tapi demi dan untuk berdirinya sebuah negara bernama Indonesia, semua akhirnya melebur, menyatu, menata dan menyatukan niat. Tidak ada lagi yang namanya perwakilan Islam, Kristen, Hindu, Buddha, Konghucu, Jawa, Sunda, Maluku, Minang, Kalimantan atau Madura. Yang ada cuma satu, Indonesia”, terangnya.
Di paparkan, sungguh tidak terbayangkan apa jadinya kita saat ini jika para pendahulu kekeh, ngotot dengan ego golongannya. Apakah KH Agus Salim kurang saleh sehingga mau berteman dengan Jef Last, yang nnota-bene-nya adalah seorang nonmuslim sekaligus seorang sosialis asal Belanda? Keimanan KH Agus Salim tak kurang secuilpun dengan keakraban itu. Bahkan karena kebersahajaan, karena keluasan dan kedalaman ilmu KH Agus Salim, Jef Last menerima pemahaman Islam secara kaffah, secara lengkap. Kurang alim apa coba KH Wahid Hasyim?.
“Meski begitu, beliau mengutamakan persatuan antara muslim dan nonmuslim demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan masih banyak sekali tauladan yang disajikan dalam sejarah tentang kiprah inklusif para founding father republik ini dalam pergaulan sehari-hari. Termasuk dari KH. Ahmad Dahlan yang banyak melakukan pembaruan Islam di Tanah Air”, jelasnya.
Ganjar prihatin jika saat ini kita masih melihat polarisasi dalam kehidupan kebhinekaan. Ibarat punya ladang dengan tanduran ijo royo-royo, kita pasti tidak rela jika beberapa pohon diserang hama. “Kita pasti tidak bisa diam membiarkan hama itu semakin meluas, menyerang semua tanduran sehingga kita gagal panen, rugi bahkan memupuskan harapan kita sebagai petani. Maka pupuk harus kita tebar, obat pembasmi hama harus kita semprotkan demi kemakmuran”, tegasnya.
Ganjar juga mengakui bahwa, kita memang tidak kuasa menghindari masalah, bapak ibu. Tapi kita punya sejuta daya untuk menghadapi dan mengatasi. “Dalam skala makro, Presiden Joko Widodo telah memberi contoh bagaimana negara kita mampu menghadapi sekaligus mengatasi berbagai krisis. Mulai dari krisis kesehatan karena pandemi, maupun krisis pangan, energi serta keuangan yang lahir karena dampak peperangan Rusia-Ukraina. Bahkan dalam pidato kenegaraan di depan DPR/MPR kemarin beliau menyampaikan, saat ini Indonesia berada pada puncak kepemimpinan dunia”, terangnya.
Maka capaian tersebut harus kita imbangi dan perkuat dari daerah. Dan syukur alhamdulillah. Jika inflasi nasional mampu dipertahankan di angka 4,9 persen, maka Jawa Tengah memperkuat dengan kemampuan menekan inflasi di angka 4,28 persen. Jika pertumbuhan ekonomi secara nasional tumbuh sebesar 5,44 persen, maka kita perkuat juga pertumbuhan perekonomian Jawa Tengah sebesar 5,66 persen. Capaian itu juga kita imbangi dengan surplus perdagangan, karena ekspor kita mencapai 1,1 M USD sementara impor sebesar 1,09 M USD. Lanjutnya.
“Syukur Alhamdulillah. Jika inflasi nasional mampu dipertahankan di angka 4,9 persen, maka Jawa Tengah memperkuat dengan kemampuan menekan inflasi di angka 4,28 persen. Jika pertumbuhan ekonomi secara nasional tumbuh sebesar 5,44 persen, maka kita perkuat juga pertumbuhan perekonomian Jawa Tengah sebesar 5,66 persen. Capaian itu juga kita imbangi dengan surplus perdagangan, karena ekspor kita mencapai 1,1 M USD sementara impor sebesar 1,09 M USD”, jelas Gubernur Jawa Tengah.
Dikatakan, tidak pernah tercatat perselisihan tersebut akan membawa kemakmuran. Suriah, Afganistan, Irag dan Libya hancur karena permusuhan antar warganya. Jika kita bisa berkawan, jika kita bisa berdamai kenapa mesti berselisih dan bermusuhan?.
“Saya salut dan mengucapkan terimakasih kepada seluruh saudaraku di Jawa Tengah yang selama ini tetep guyub rukun, saling ngajeni dan handarbeni. Tanpa rasa handarbeni dari panjenengan, mustahil kita bisa seneng dan hidup gayeng seperti ini. Maka sebarlah rasa itu ke mana saja dan kepada siapa saja. Agar kita meraih kemerdekaan yang sesungguhnya”, himbaunya.
Sementara itu, Danrem 071/Wijayakusuma Kolonel Inf Yudha Airlangga, S.E., mengatakan momen peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-77 ini, sebagai tonggak untuk kita bangkit dari keterpurukan akibat adanya pandemi. Disamping itu, juga sebagai wujud kita untuk menanamkan nilai-nilai kejuangan yang dilakukan para pendahulu kita dalam memperjuangan kemerdekaan Indonesia.
Menurut mantan Dansat-81/Gultor Kopassus ini, bahwa untuk menanamkan nilai-nilai kejuangan ini, tidak hanya dilakukan pada saat ada peringatan-peringatan hari besar saja, namun harus dilakukan dalam berkehidupan masyarakat bangsa Indonesia kesehariannya. (Penrem 071/WK//Warto).